Kaya Ikan, Laut Arafura Terus Dijarah



Kapal asing menerobos masuk mencuri ikan di Laut Arafura. Kebijakan membakar kapal mungkin tepat mengusir penjarah.

Akibat aktivitas pencurian ikan di Laut Arafura, negara merugi hingga hingga Rp70 miliar. Terakhir, kapal berbendera Panama ditangkap di Pelabuhan Wanam, Merauke, akhir Desember lalu.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, kapal bernama MV HAI FA berbobot mati 4.306 GT itu membawa muatan 800 ton ikan beku dan 100 ton udang beku, termasuk 66 ekor ikan yang dilarang ditangkap seperti hiu martil dan hiu koboi. “Satu kapal bermuatan 900 ton, taruhlah harganya 1 dolar AS per kilogram aja, sudah hampir Rp10 miliar. Udang harga bahkan bisa lebih. Belum lagi MV HAI FA itu sudah tujuh kali angkut sampai 2014, berarti sudah Rp70 miliar yang dicuri,” kata Susi.


Kapal dengan 23 anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Tiongkok itu, merupakan jenis kapal pengangkut (tremper) yang jumlahnya ratusan di perairan Indonesia. “Rata-rata temper mengangkut 10.000 ton ikan per tahun, padahal jumlahnya ada ratusan, bayangkan berapa banyak lagi (ruginya),” katanya.


Meski menggunakan bendera Panama saat ditangkap, namun dokumen yang dibawa menyatakan kapal itu berasal dari Indonesia di bawah agen PT Antarthica Segara Lines.

Meski sebelumnya telah mengantongi Hasil Pemeriksaan Kapal (HPK) Kedatangan dari Pengawas Perikanan di Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Satker PSDKP) Avona pada 18 Desember dan HPK Keberangkatan pada 19 Desember 2014, kapal itu dinyatakan tak laik operasi sehingga tidak mendapatkan Surat Laik Operasi (SLO).

Melalui pemeriksaan lebih lanjut, kapal tersebut ternyata juga tidak mengaktifkan “transmitter” Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (Vessel Monitoring System/VMS). “Karena tidak patuh terhadap peraturan yang berlaku, maka sudah dipastikan yang dilakukannya ilegal dan sepatutnya ditangkap,” ujarnya

Meski baru masuk tahap pemeriksaan saksi, MV HAI FA diduga kuat telah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (3), Pasal 43, Pasal 7 ayat (2) huruf d, dan Pasal 7 ayat (2) huruf e, UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin oleh menteri Susi Pudjiastuti memang tengah gencar memerangi pencurian ikan di laut Indonesia. “Terakhir, di Arafura, (didapati) juga ada 2 kapal berbendera Papua Nugini, lainnya berbendera Indonesia,” ungkap Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, KKP Asep Burhanudin.


Dua kapal berbendera Papua Nugini itu bernama KM Century 4 berbobot 200 GT yang membawa 47 ABK Thailand dan KM Century 7 berbobot 250 GT yang membawa 13 ABK Thailand. Kedua kapal tersebut menangkap ikan di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Dari kedua kapal itu, TNI AL menyita 63 ton ikan berbagai jenis.

Sedangkan 6 kapal lainnya diketahui berbendera Indonesia dengan nama KM Sino 15 (275 GT), KM Sino 26 (265 GT), KM Sino 36 (268 GT), KM Sino 35 (268 GT), KM Sino 27 (265 GT), dan KM Sino (33 GT). Dari 6 kapal tersebut TNI AL menyita 1.093 ton ikan berbagai jenis. Enam kapal tersebut ditangkap karena Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) telah dicabut/dibekukan dan tidak berlaku lagi.

Dari 8 kapal itu, 7 kapal ditarik ke Pelabuhan Ambon, Maluku. Satu kapal yaitu KM Sino 33 dibiarkan bersandar di Pelabuhan Merauke karena mesin kapal rusak.

Kaya Ikan Laut Arafura disebut memiliki sumberdaya ikan cukup potensial. Tak heran, banyak perusahaan perikanan yang berpangkalan di Sorong dan Ambon melakukan perluasan penangkapan ke daerah ini.


Sebenarnya, usaha penangkapan ikan dan udang di perairan ini telah berlangsung sejak 1970. Tahun 1984 tingkat penangkapan malah menunjukan kecenderungan yang tinggi. Tak pelak, kawasan perairan laut Arafura mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor Indonesia setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2001, nilai potensi tangkap lestari mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal.


Potensi ikan dan udang yang begitu besar di perairan Arafura, tidak lepas dari pengaruh ekologi perairan laut. Sebagaimana diketahui, perairan ini merupakan daerah dangkal dengan kedalaman tidak kurang dari 100 meter. Karakteristik lingkungan sangat beragam, juga dipengaruhi oleh struktur pantai, serta massa air laut perairan sekitarnya.


Dengan potensi yang begitu besar, maling ikan selalu mencari cara untuk menerobos masuk. Kapal-kapal besar dan kecil saban hari terlihat lalu lalang dan buang jangkar di air dangkal. Sebagian besar armada yang beroperasi itu adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal skala industri. Sementara kapal motor didominasi oleh armada yang berukuran 5 gross ton.

Potensi laut Arafura telah menjadi magnet bagi perusahaan industri perikanan. Sebagian besar industri bahkan menggunakan alat tangkap berupa pukat udang dan pukat ikan. Pada periode setelah tahun 2000, jumlah armada pukat udang memang cenderung menurun. Namun ukuran rata-rata kapal mengalami peningkatan dari 128 GT pada tahun 1992 menjadi 139 pada tahun 2006. Berbeda dengan jumlah armada ikan yang cenderung meningkat dan bertahan pada kisaran 750 armada pada tahun 2006.


Pada periode tahun 1992 – 2004, armada dari industri perikanan secara terus-menerus bertambah. Walau pada akhirnya mengalami penurunan kembali pada periode 2004 – 2006. Hal ini dipengaruhi oleh dibukanya pendaftaran ulang bagi kapal-kapal tangkap dan berakhirnya hubungan bilateral antara Indonesia, Filipina dan Thailand pada tahun 2005 dan 2006.

Namun demikian, kenyataan di lapangan sungguh berbeda. Bahkan terjadi gejala penangkapan berlebih (over fishing). Kondisi inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Kegiatan Forum Arafura pada tanggal 7 Juni 2007 lalu, bertempat di Hotel Bidakara. Secara spesifik, Forum Arafura menggambarkan kondisi SDI di perairan Arafura mengalami penurunan, terutama di wilayah Digul dan Aru.


Berkaitan dengan kondisi tersebut, Forum Arafura memberikan beberapa alternatif dalam pengelolaan perikanan di laut Arafura, antara lain: perlunya penataan Jalur/zona penangkapan; penataan kembali izin penangkapan baru dan proteksi area “trawlable” dibeberapa perairan pantai yang secara ekologis kualitasnya telah merosot atau diketahui sebagai “nursery ground”.

Berikutnya, pemberdayaan kembali nelayan lokal (perikanan rakyat) melalui peningkatan infrastruktur dan kelembagaan. (dari berbagai sumber) 





Melimpahnya Sumber Daya di Perairan Laut Arafura



Laut Arafura terletak di Provinsi Maluku bagian tenggara, berbatasan dengan pantai Irian Jaya sebelah barat daya. Di sekitar laut Arafura terdapat pulau-pulau yang diantaranya terdapat pulau Aru, pulau Kai, dan pulau Tanimbar. Laut Arafuru memiliki kedalaman laut sekitar 150-200 meter, dan merupakan laut transgresi di dangkalan Sahul.

Laur Arafura ini adalah perairan yang berada di antara Australia dan Papua, di Samudra Pasifik. Luas laut Arafura ini mencapai 650.00 Km2 dan kedalaman maksimalnya dapat mencapai 3,68 Km.

Laut Arafura ini dulunya merupakan medan tempur antara Indonesia dengan Belanda pada tanggal 15 Januari 1962. Pertempuran tersebut melibatkan dua kapal jenis Destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely menyerang RI Matjan Tutul (650). Dalam pertempuran di laut Arafura tersebut merenggut pahlawan Indonesia yaitu Komodor Yos Sudarso yang terkenal dengan seruan “Kobarkan semangat pertempuran.”


www.patriotgaruda.com

Perairan laut Arafura juga merupakan kawasan yang memiliki sumber daya ikan yang cukup potensional. Karena di perairan laut Arafura terdapat banyak jenis ikan dan udang. Tak heran jika banyak perusahaan-perusahaan yang memiliki pangkalan di Sorong dan Ambon untuk menangkap ikan-ikan di perairan laut Arafura.


Beragam jenis dan sumberdaya alam di perairan laut Arafura sangat meilimpah. Berdasarkan hasil riset dan penelitian yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut pada tahun 2006, telah berhasil menemukan setidaknya terdapat 228 spesies hewan laut yang berada di Perairan Laut Arafura.




Kekayaan Laut Arafura Hilang Rp 11,8 Triliun Setahun


Kekayaan laut Arafura atau Arafuru disinyalir setiap tahunnya hilang Rp11,8 triliun. Kehilangan kekayaan alam ini sebagian besar akibat dari kegiatan pencurian ikan.

"Itu hasil litbang kami," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman di Bandara Dumatubun, Langgur, Sabtu (24/11/2013).

Syahrin bersama jajarannya melakukan pemantauan dari udara bersama belasan aparat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikana (PSDKP), terhadap aktivitas kapal ikan di perairan laut wilayah Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru.

Pemantauan selama hampir 3 jam menunjukkan ada sekitar 150 kapal ukuran besar dan kecil dari berbagai jenis yang beroperasi. Termasuk kapal asing dari Thailand, China dan Taiwan. Pihaknya belum dapat mengetahui apakah kapal-kapal itu beroperasi secara legal atau tidak.

"Jadi, hasil pantauan tadi itu akan kita sampaikan ke kapal pengawas untuk melakukan pengecekan," kata Syahrin.

Kapal pengawas milik Kementerian Kelautan dan Perikanan itu memiliki keterbatasan dalam tenggat waktu tugas (endurance) terkait bahan bakar minyak dan logistik. Sehingga sampai sekarang masalah pencurian ikan di Arafura dan di seluruh wilayah perairan laut Indonesia umumnya belum dapat diatasi.

"Jarak dari Penambulai (salah satu pulau di Kepulauan Aru) tempat kapal pengawas berlabuh ke ratusan kapal-kapal ikan tadi itu 100-150 mil. Kapal kita tidak punya bahan bakar dan logistik cukup untuk bisa terus melakukan pengawasan," ujar dia.

Sehubungan dengan itu, KKP sedang membuat kapal SKIPI (Sistem Kapal Investigasi Perikanan Indonesia) yang memiliki kemampuan endurance hingga dua minggu dan kecepatan berlayar 25 knot.

"Idealnya, untuk mengawasi seluruh wilayah perairan Indonesia dibutuhkan 86 kapal SKIPI. Tapi kalau kita sudah punya 40 saja mungkin sudah cukup untuk mengatasi persoalan ilegal fishing ini," ungkap Syahrin.

Syahrin menambahkan, potensi ikan di perairan Indonesia mencapai 6,5 juta ton setahun. (Ant/Ism/Mut)



SEJUTA POTENSI LAUT ARAFURA

Potensi laut Indonesia masih belum sepenuhnya termanfaatkan secara optimal. Padahal jika mau digali secara benar serta pemanfaatannya memperhatikan masalah lingkungan, diyakini akan mampu membuat masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan pesisir menjadi lebih sejahtera. Salah satu kawasan laut yang memiliki sumberdaya ikan cukup potensial adalah perairan laut Arafura. Beragam jenis udang penaeid dan jenis ikan demersal tersedia disana. Tak heran, banyak perusahaan perikanan yang berpangkalan di Sorong dan Ambon melakukan perluasan penangkapan ikannya ke daerah ini (Merauke, Tual, Benjina dan Bitung).

Sebenarnya, usaha penangkapan udang di perairan ini berlangsung sejak 1970. Tahun 1984 tingkat pengusahaan udang menunjukan kecenderungan yang tinggi. Tak pelak, kawasan perairan laut Arafura mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tahun 2001 nilai potensi tangkap lestari mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal. Dengan dukungan kapal pukat yang beroperasi sekitar 1000 kapal saat ini, tidak mustahil hasil penagkapan ikan desemersal dan udang bisa melampaui angka 300 ribu ton per tahun.
Tak hanya itu, kekayaan sumberdaya ikan strategis yang melimpah seperti udang, tuna/cakalang, cumi-cumi, ikan demersal dan karang serta bola-bola, ternyata telah banyak me-ngundang minat armada penangkapan ikan dari luar kawasan ini. Bahkan kapal tangkap dari negara-negara sekitar berbondong-bondong ikut beroperasi di wilayah ini.

Kekayaan Ekologi Air Potensi ikan dan udang yang begitu besar yang di perairan ini, tidak lepas dari pengaruh ekologi perairan laut Arafura. Sebagaimana diketahui perairan laut ini merupakan perairan dangkal dengan kedalaman tidak kurang dari 100 meter. Karakteristik lingkungan sangat beragam, pasalnya dipengaruhi oleh struktur pantai dan terrestrial serta massa air laut dari perairan sekitarnya. Apalagi terdapat dua bentuk sirkulasi yang mendominasi sistem arus yaitu:
Sistem arus yang dikendalikan oleh angin muson dan amplitude yang menyebabkan pasang surutyang besar. Pada periode musim Barat, arus dan angin bergerak dari arah barat dengan kekuatan sekitar 4 beafort. Arus angin permukaan yang dibangkitkan oleh angin Barat menekan massa air ke arah pantai, kemudian bergerak ke tenggara menyusuri garis pantai mulai dari muara Sungai Mimika.

Sistem arus global (arus lintas Indonesia) terutama yang menentukan pola sirkulasi yang arahnya dari samudra Pasifik ke samudra Hindia. Belum lagi di beberapa area dekat pantai, pengaruh desakan massa air dari laut Banda yang mendorong pembentukan lapisan massa air bersalinitas relatif tinggi pada kedalaman mulai dari 15 meter. Pola ini diperkuat dengan pengaruh pasang yang sangat kuat. Selain itu, masuknya air tawar dari daratan dan arus musiman juga mempengaruhi lingkungan perairan pantai. Sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara massa air dengan laut Banda dan samudera Pasifik bagian selatan.

Sumberdaya ikan dan udang yang melimpah di perairan Arafura lantaran ketersediaan rantai makanan yang melimpah secara alami. Di sana ada dua bentuk basis rantai makanan yang berupa: Basis plankton: arah tingkatan trofik yang merupakan plankton-ikan kecil yakni untuk makanan ikan de mersal/pelagis. Basis detritus: arah tingkatan trofik yaitu organisme pemakan detirtus-sedenter/udang-ikan demersal.

Kedua rantai makanan ini sangat berkaitan dengan distri busi plankton yang menentukan kesuburan nutrient dan ketersediaan hutan bakau sebagai sumber primer detritus. Disribusi horizontal plankton sangat erat dengan proses per campuran massa air laut dan air tawar sebagai pembawa nutrient. Pada umumnya, di sebelah selatan Papua terdapat periran yang dipengaruhi oleh hutan mangrove, misalnya teluk Bintuni dan sebelah selatan Timika – Merauke dan ada lagi perairan yang dipengaruhi oleh gugus koral dan terumbu karang seperti di selat Sele dan sebelah selatan Kaimana.

Beragam Jenis Dan sebaran Sumberdaya Berdasarkan hasil riset dan penelitian yang dilakukan Ba-lai Riset Perikanan Laut tahun 2006 berhasil menemukan 228 spesies mewakili 101 famili yang tergolong dalam 10 ke-lompok sumberdaya diantaranya ikan hiu (Shark), ikan pari (Rays), ikan pelagis, ikan demersal, cumi-cumi (Cephalopoda), udang, kepiting, kekerangan (Shell) dan beberapa biota invertebrate. Kelompok ikan demersal merupakan hasil tangkapan paling banyak yang mencapai 58.89 %, kemudian disusul ikan pelagis 11.36 %, kepiting 9,88, udang 7,80 % dan lainnya kurang dari 4 persen.

Kelompok ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 135 spesies yang tergolong dalam 61 famili. Hasil tangkapan tersebut didominasi famili ikan petek (Leiognathidae) yang mencapai 19,57% terutama jenis Leiognathidae bindus, kemudian famili ikan tiga waja (Scaidae) sekitar 11.41% terutama jenis Otolithes rubber.

Sedangkan tangkapan kelompok ikan krutase terdiri dari udang (shrimp) dan kepiting (crab). Jenis udang yang tertangkap terdapat 19 species yang mewakli 7 famili dan tangkapan yang tertinggi famili udang Peneidai yang mencapai 86.23 %. Dimana jumlah terbanyak adalah jenis udang Metapenaopsis sp dan Tranchipenaeus asper. Pada kelompok sumber daya kepiting yang ditangkap terdiri dari 11 spesies urutan penangkapan tertinggi yang mencapai 93,35 %.



Armada Dan Atat Tangkap


Perkembangan armada penangkapan dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang berbeda menurut jenis alat dan ukuran. Sebagian besar armada yang beroperasi disana adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal skala industri. Sementara kapal motor didominasi oleh armada yang berukuran 5 gross ton.

Sebagian besar industri perikanan menggunakan alat tangkap yang berupa pukat udang dan pukat ikan. Pada periode setelah tahun 2000 jumlah armada pukat udang cenderung menurun. Namun ukuran rata-rata kapal mengalami peningkatan dari 128 GT pada tahun 1992 menjadi 139 pada tahun 2006. Berbeda dengan jumlah armada ikan yang cenderung meningkat dan bertahan pada kisaran 750 armada pada tahun 2006.

Periode tahun 1992 – 2004 armada secara terus-menerus bertambah, tetapi mengalami penurunan kembali pada periode 2004 – 2006. Pasalnya, adanya pendaftaran ulang bagi kapal-kapal tersebut dan berakhirnya hubungan bilateral arrangement antara Indonesia, Filipina dan Thailand pada tahun 2005 dan 2006.

Namun demikian, kenyataan di lapangan saat ini, kondisi Sumberdaya Ikan (SDI) di laut Arafura cenderung menunjukkan gejala penangkapan berlebih (over fishing). Kondisi inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Kegiatan Forum Arafura pada tang-gal 7 Juni 2007 lalu, bertempat di Hotel Bidakara. Secara spesifik Forum Arafura menggambarkan kondisi SDI di perairan Arafura adalah sebagai berikut: laju penangkapan ikan demersal di wilayah-wilayah utama mengalami penurunan terutama di wilayah Digul dan Aru, indeks biodiversitas mengalami penu¬runan terutama di Perairan Digul, jenis ikan demersal bernilai ekonomis tinggi di area paparan (shelf) mengalami penurunan, dan SDI pelagis dan demersal di area sepanjang tubir (slope) dengan yang sebagian besar merupakan kawasan “untrawlable” belum dimanfaatkan secara optimal.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, Forum Arafura memberikan beberapa alternatif dalam pengelolaan perikanan di laut Arafura, antara lain: (1) penataan Jalur/zona penangkapan; (2) tidak dikeluarkan (penataan) izin penangkapan baru (status quo) untuk sementara waktu; (3) proteksi area “trawlable” dibeberapa perairan pantai yang secara ekologis kualitasnya telah menurun atau diketahui sebagai “nursery ground” melalui pemasangan terum-bu/rumah ikan buatan atau pun close-open season; (4) pengem-bangan alat tangkap rawai dasar, bubu, dan set net, sebagai alat tangkap “low energy input fishing technology” untuk mengekploitasi sumberdaya di sekitar slope, reefs dan ridge; dan (5) pemberdayaan nelayan lokal (perikanan rakyat) melalui peningkatan infrastruktur dan kelembagaan.



Laut Arafura Beserta Penjelasannya

Indonesia adalah negara kepulauan yang dipisahkan oleh laut-laut yang luas. Pulau-pulau di Indonesia terhitung kurang lebih sekitar 17.504 pulau. Diantara pulau-pulau di Indonesia terdapat pulau Papua yang termasuk ke dalam jajaran pulau terbesar di dunia. Pulau Papua sendiri memiliki luas mencapai 786.000 km². Pulau Papua terletak di penghujung timur wilayah negara Indonesia dan terbagi menjadi dua wilayah negara yang berbeda, yaitu Indonesia dan Papua Nugini. Di Pulau ini terdapat salah satu puncak gunung tertinggi di Indonesia, yaitu Cartenzs Pyramid dengan puncaknya yang bernama puncak Jaya dengan ketinggian hingga 5.030 meter. Selain itu, di wilayah pulau Papua terdapat provinsi dengan hutan terluas di Indonesia.

Pulau Papua juga menyimpan 8 sungai yang terdapat di Papua, yaitu sungai Baliem, sungai Digul, sungai Bian, sungai Kamundan, sungai Lorentz, sungai Mamberano dan sungai Torasi. Selain pulau Sulawesi yang memiliki laut sulawesi,  di wilayah pulau Papua juga terdapat laut yang luas dan laut terdalam di Indonesia yaitu laut Arafura. Tahukah kamu berapa kedalaman, luas, letak dan batas-batas wilayah dari laut Arafura? Pada artikel kali ini akan dibahas mengenai laut Arafura beserta penjelasannya. Berikut ini adalah penjabarannya:

Laut Arafura atau laut Arafuru adalah laut yang terletak di antara wilayah Australia dan Pulau Papua, tepatnya di sebelah selatan kepulauan Aru dan berada di wilayah samudera pasific. Kendati berada di dekat pulau Papua, wilayah laut Arafuru terletak di provinsi Maluku bagian tenggara dan berbatasan dengan pantai Irian Jaya di sebelah barat daya. Laut Arafura memiliki luas wilayah yang mencapai 650.000 km² dengan kedalaman laut maksimal kurang lebih sekitar 3,68 km dan merupakan laut transgresi di dangkalan Sahul. Laut Arafura merupakan laut yang termasuk dalam zona Neritik. Laut Arafura sendiri berbatasan dengan beberapa laut di sebelah barat, yaitu berbatasan dengan laut Banda atau kepulauan Maluku dan laut Timur. Laut Arafura berbatasan dengan kepulauan Aru di sebelah utara dan pulau Papua di sebelah timur. Selain itu, laut Arafura juga berbatasan dengan wilayah Australia di sebelah selatan. Di sekitar wilayah laut Arafura sendiri terdapat beberapa pulau, yaitu pulau Aru, pulau Kai, dan pulau Tanimbar.

Laut Arafura pada zaman dahulu merupakan medan tempur antara pasukan Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1962. Pertempuran sengit tersebut melibatkan dua kapal tempur berjenis Destroyer, pesawat tempur jenis Neptune dan Frely yg menyerang RI Matjan Tutul. Pertempuran di laut Arafura menyebabkan salah satu pahlawan Indonesia harus gugur, yaitu Komodor Yos Sudarso yang sangat terkenal dengan seruannya yaitu “Kobarkan Semangat Pertempuran!


Laut Arafura merupakan wilayah perairan yang menyimpan sumber daya alam perikanan yang sangat potensial. Laut Arafura menyimpan banyak jenis ikan dan udang, maka tidak heran beberapa perusahaan memiliki pangkalan laut di Sorong dan Ambon guna menangkap ikan-ikan yang berada di wilayah perairan laut Arafura. Setidaknya terdapat sekitar 228 spesies hewan laut yang ada di kawasan laut Arafura, hal ini didasarkan pada hasil riset dan penelitian yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut pada tahun 2006. Laut Arafura merupakan laut dengan sumber daya perikanan terbedar di Indonesia yaitu sebanyak 855 ribu ton, setelah itu disusul oleh sumber daya laut Jawa yang mencapai 836 ribu ton, lalu di Teluk Tomini yang mencapai 595 ribu ton dan di wilayah samudera hindia tepatnya di barat pulau Sumatera sebanyak 565 ribu ton.


Usaha penangkapan ikan dan udang di kawasan laut Arafura telah dimulai sejak tahun 1970 dan meningkat pada tahun 1984, maka tak heran hasil tangkapan perikanan di wilayah laut Arafura memberikan kontribusi bagi ekspor Indonesia setiap tahunnya, yaitu sekitar 30 persen. Selain udang, sumber daya alam perikanan di wilayah laut ini terdapat ikan tuna, ikan cakalang, cumi-cumi, ikan demersal dan terumbu karang. Karakteristik lingkungan di wilayah laut Arafura dipengaruhi oleh faktor struktur pantai, struktur terrestrial dan massa air laut perairan sekitarnya. Bahkan di wilayah laut Arafura terdapat dua bentuk sirkulasi yang menyebabkan dominasi sistem arus yaitu sistem arus yang dikendalikan oleh angin muson dan sistem arus yang dikendalikan oleh amplitude. Hal ini menyebabkan laut Arafura mengalami pasang surut yang besar.


Kendati demikian, laut Arafura merupakan kawasan perairan yang rawan akan illegal fishing atau pencurian ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa laut Arafura merupakan wilayah perairan yang kaya akan hasil udang dan ikan, namun kawasan perairan ini dinilai paling rentan menjadi lahan pencurian ikan dengan modus pencurian dengan memalsukan izin penangkapan ikan dan pemalsuan nomor kapal. Sehingga kapal-kapal yang mencuri ikan di laut Arafura selain mengambil ikan secara ilegal juga dapat mengisi bahan bakar minyak bersubsidi di wilayah pelabuhan perikanan Indonesia. Kerugian negara Indonesia jika dihitung mencapai 2,02 ton ikan dengan kapal pencuri ikan yang mencapai 8.484 unit kapal.



Laut Arafura terletak di bagian timur Indonesia dan memiliki tingkat keunikan yang tinggi, salah satu diantaranya adalah menjadi basis deri kegiatan perikanan udang. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Iaut Banda (dengan proses upwellingnya) dan paparan pantai luas di bagian barat-barat daya Papua serta bermuaranya sejumlah sungai besar atau river discharge (sumber nutrien tingi) menyebabkan kesuburan perairan tinggi. Dalam upaya memahami lebih dalam tentang kegiatan perikanan tangkap di Laut Arafura, maka pemahaman tentang sifat -fisik Lingkungan Iaut Arafura (batimetri, sebaran suhu, salinitas, arus, pasut dan gelombang) mutlak diperlukan. Meskipun kurangnya penelitian di wilayah Laut Arafura, di dalam tulisan ini dibahas berbagai aspek oseanografi yang datanya dikompilasi dan hasil pengukuran di lapangan dan sumber pustaka lainnya.












Semoga Bermanfaat...
Terima Kasih Sudah Berkunjung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar